Selasa, 09 Oktober 2012

Pembangunan



1.  Pembangunan Perdesaan
Pembangunan daerah yang berkemajuan dan berkeadilan serta pengembangan wilayah melalui sebuah review book sehingga kelihatan masalah yang dihadapi, kelemahan dan keunggulan (Leading Sector dan Mains Constrain). Apa saja tantangan dan kebijakan yang prioritas untuk diambil oleh birokrasi dengan mengambil kasus pembangunan di Sulawes Selatan atau kawasan Timur Indonesia.
v Pembangunan Perdesaan
Ø Pembangunan perdesaan didorong melalui pengembangan agroindustri padat kerja; terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan; peningkatan kapasitas sumber daya manusia di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya; pengemnbangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi yang saling komplementer dan saling menguntumgkan; peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dn tekhnologi; pengembangan social capital yang belum tergali potensinya sehingga kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya alam saja; intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upa.
Ø Deaton dan Nelson secara rinci menyebutkan apa yang dimaksud dengan pembangunan peresaan, yaitu: “Alokasi fisik, sosial dan sumber daya manusia dalam pola spasial yang menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk: 1) menyediakan pendapatan untuk seluruh anggota keluarga, 2) pendidikan, kewirausahaan, tenaga kerja, kewarganegaraan, 3) akses terhadap pelayanan kesehatan, 4) pengembangan ekonomi regional dan ekonomi masyarakat (community economics) yang secara nasional mampu membangkitkan kesempatan ekonomi baru, 5) kepemimpinan dan struktur organisasi yang tepat yang menjamin ekonomi dan kesehatan sosial, 6) lingkungan dan sumber daya manusia.    
Ø Pembangunan perdesaan merupakan pendekatan yang multifaset dan komprehensif terhadap perubahan masyarakat yang menyangkut aspek sosial, norma, sumber daya (sumber daya alam, manusia, man-made capital) dan juga aspek pasar dan pengambilan keputusan ditingkat local.
v Pembangunan Daerah Yang Berkemajuan Dan Berkeadilan
Pembangunan daerah berkemajuan Yaitu pembangunan daerah yang ingin melihat masyarakatnya sedkit demi sedikit mengalami kemajuan atau peningkatan dalam taraf kehidupannya.  Sedangkan pembangunan daerah yang berkeadilan yaitu pembangunan yang memegang prinsip pemerataan disegala bidan atau aspek pembangunan tanpa memihak pada satu daerah tertentu.  
v Pengembangan wilayah melalui review book
Yaitu suatu prose menjadikan sebuah wilayah berkembang dengan segala potensi sumber daya yang dimilikinya dengan menggunakan review book (buku peninjauan) dimana dengan dengan buku ini dapat diketahui model atau sistem perencanaan pembangunan yang dapat digunakan dan masalah yang akan dihadapi dengan penggunaan model atau sistem tersebut. Dan dapat diketahui pula kekurangan dan kelebihan dari model atau system  pembangunan tersebut.
v Tantangan dan Kebijakan Yang Prioritas Untuk Diambil Oleh Birokrasi Dengan Mengambil Kasus Pembangunan di Sulawes Selatan atau Kawasan Timur Indonesia
Jawaban:
Persoalan yang mendominasi masyarakat perdesaan saat ini adalah terjadinya deplesi sumber daya alam baik hutan, laut, lahan pertanian, mineral dan air, akibat lemahnya perhatian terhadap kelestarian lingkungan (ekologi), kelanjutan produksi dan dampak sosial. Akibatnya rakyat Indonesia harus menanggung biaya soaial dan biaya ekologi yang sangat besar antara kelompok masyarakat kaya dan masyarakat miskin. Permasalahan tinggnya angka kemiskinan juga menjadi permasalahan besar bagi masyarakat di perdesaan khususnya dan bangsa ini pada umumnya.
Ada empat potensi krisis yang seyogianya diantisipasimkarena sangat berpotensi dapat dialami bangsa Indonesia, apabila tidak terjadi perubahan sikap dan tindakan dalam upaya pembangunan bangsa, yaitu: 1) krisis pangan, 2) krisis energy, 3) krisis ekologi, dan 4) kemiskinan. Mengantisipasi berkembangnya krisis tersebut diperlukan suatu pergeseran paradigma serta arahan strategi dan kebijakan pembangunan bangsa ke depan.
Ancaman krisis pangan dapat bersumber dari factor iternal  seperti: 1) terjadinya kenaikan harga pangan dunia, 2) penurunan produksi pangan karena faktor iklim dan penurunan luas areal panen di Negara-negara produsen pangan, 3) pengaruh kenaikan harga minyak bumi yang berdampak pada kenaikan ongkos produksi, 4) adanya perubahan iklim global dan konversi komoditas pangan global ke bahan bakar nabati. Dan factor eksternal, seperti: 1) adanya konversi lahan pertanian pangan untuk pemukiman, industry, dan infrastruktur pelayanan public, 2) luas areal panenyang menurun, 3) kesulitan atau kendala dalam upaya meningkatkan produktivitas, dll.     
Antisipasi terhadap ancaman krisis energy pada level desa tidak terlepas dari permasalahan ketergantungan terhadap energy fosil bahan bakar minyak (BBM) yang secara nasional mencapai 65 persen, yang sebagian besar untuk digunakan di sector transportasi. Hal ini mengindikasikan potensi tejadinya ketidak pastiaan penyediaan energi akan sangat berpengaruh terhadap upaya pembangunan pertanian di Indonesia termasuk di Sulawesi selatan.
Ketergantungan terhadap penyediaan energy juga terjadi terkait dengan input pertanian, misalnya kendala penyediaan gas alam ke industry pupuk telah menyebabkan ketidakpastian pasokan maupun harga pupuk yang mempengaruhi produktivitas pertaian dan pendapatan petani. Hambatan terhadap pembangunan pertanian berdampak pada pembangunan perdesaan dan sebaliknya. Rendahnya asupan energy di bidang pertanian juga diikuti oleh rendahnya tingkat konsumsi energy rumah tangga perdesaan. Hasil survey menunjukkan kayu bakar masih menjadi bahan bakar utama untuk memasak bagi keluarga di perdesaan jawa, Sumatra dan Sulawesi.
Antisipasi terhadap ancaman krisis ekologo dapat dikenali potensi terjadinya krisis pada mega-biodiversity. Setiap tahun kurang dari 2 juta hectare hutan di Indonesia mengalami degradasi. Kerusakan hutan di wilayah-wilayah Indonesia termasuk Sulawesi selatan memicu timbulnya krisis ekologi seperti krisis air, kekeringan, banjir, erosi, longsor, sedimentasi, kekeruhan di pesisir dan laut, serta ancaman terhadap biota laut seperti terumbu karang. Degradasi dan deforestasi hutan Indonesia ini bahkan berpotensi member kontribusi pada perubahan iklim.
Menurut data BPS Indonesia dihadapkan pada masalah kemiskinan yang tinggi dan inilh yang menimpa wilayah-wilayah di Indonesia termasuk Sulawesi selatan dimana kemiskinan menjadi maslah yang utama. Berbagai factor kemiskinan disebabkan olehkurangnya penguasaan sumber daya produktif dan rendahnya kualitas sumbe daya manusia. Selain itu factor stuktur ekonomi masih memposisikan penduduk miskin ini hanya sebagai penghasil surplus, namun tidak menikmati surplus ekonomi yang dihasilkannya.
Arahan strategi kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah Sulawesi selatan antara lain:
1.  Megintegrasikan upaya peningkatan pendapatan dan pengentasan kemiskinan dengan proses peningkatan pendidikan, perbaikan gizi dan kesehatan, yang disertai dengan peningkatan kemampuan pengelolaan ekonomi rumah tangga dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
2.  Meningkatkan akses sumber daya, sarana dan prasarana produksi, seperti irigasi, transportasi, lahan, benih, pemasaran dan sebagainya.
3.  Diversifikasi pangan dengan teknologi tepat guna dan kearifan local yang lebih mengakar pada masyarakat.
4.  Integrasi perenanaan energy di wilayah perdesaan antara penyediaan energi untuk kebutuhan kegiatan produksi, peningkatan kesejahteraan, termasuk kelistrikan dan internalisasi energy dalam pembangunan pertanian dan perdesaan tidak hanya sebagai pemakai tetapi juga lebih berperan sebagai penyedia energi.
5.  Mengutamakan prinsip keberlanjutan dengan mengutamakan keseimbangan ekologi dan mencegah degradasi sumber daya alam dan ligkungan.
2.  Bentuk-Bentuk Pembangunan
a.    Sustainability development
Merupakan upaya mengurangi ketergantungan kepada sumber daya yang tidak tergantikan (non-renewable) dan menciptakam alternative seta tatanan ekologis, sosial, ekonomi, dan politik, yang berkelanjutan di tingkat lokal.
b.    Community development
Pembangunan pada tatanan ini bukan saja mementingkan pada pertumbuhan ekonomi namun juga kualitas pembangunan dengan mempertahankan daya dukung sumber daya alam dan lingkungan serta nilai-nilai kearifan local (local wisdom) yang dapat menjadi katalisator pembangunan ekonomi.
c.    Partisipasi pembangunan
Partisipasi dapat didefenisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif pembangunan. Partisipasi merupakan materi yang esensial untuk terjadinya demokrasi, karena demokrasi membutuhkan keterbukaan. Pada akhirnya tujuan partisipsi adalah untuk meningkatkan keteguhan diri serta terbangunnya control dan inisiatif masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya untuk pembangunan.
d.    Sivil society dan social capitaly dalam pembangunan
v Sivil Society
Masyarakat sipil atau sivil society merupakan golongan masyarakat desa dalam tatanan masyarakat Indonesia yang diharapkan dapat memberikan partisipasinya dalam pembangun Indonesia kedepannya.
v Social Capitaly
Modal sosial atau social capitaly kini diakui sebagai salah satu pilar dari pembangunan diantara tiga pilar lainnya yakni modal alam (natural capital), modal buatan (man-,ade capitaly), dan sumber daya manusia (human capitaly). Kekuatan modal sosial sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi kini telah menjadi acuan para perencana di berbagai dunia. Ketika aspek institusi ini melemah maka akan berimplikasi pada pembangunan makro secara keseluruhan. 
3.  Sejarah Perkembangan Paradigm Pembangunan Yang Dianut Di Indonesia Sejak Orde Baru Sampai Orde Reformasi Saat Ini Beserta Kelemahan Dan Kelebihannya.
a.    Kegagalan Mengadopsi Teori Modernisasi
Awal pembangunan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari prinsip teori modernisasi prinsip teori ini mendorong interaksi antara masyarakat berkembang dengan masyarakat modernakan merubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Implikasi pemikiran ini, seluruh perencanaan pembangunan di Negara berkembang dilakukan secara teknokratis yang tidak memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyampaikan inisiatif sendiri. Di Indonesia, perencanaan pembangunan pedesaan dilakukan secara umum tanpa mengingat karakteristik perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Dalam konteks pembangunan desa dan masyarakatnya, pembangunan model ini tidak banyak mengangkatmasyarakat desa menjadi mandiri. Desa dan masyarakat tergantung terhadap model pembangunan yang yamg tidak dilakukan oleh pemerintah, bahkan birokrasi pemerintah menjadikan desa sebagai objek pembangunan. Kiranya bukan hanya sekedar objek pembangunan jugs tidak merata terjadi kesenjangan yang sangat jauh antara jawa dan luar jawa. Implementasi dana pembangunan tidak lagi terkontrol seberapa besar dana pembangunan yang terimplementasikan untuk masyarakat dan dan seberapa besar yang terserap ke kantong-kantong birokrat.
Setelah reformasi bergulirlah paradigm baru pembangunan dengan istilah pemberdayaan, namun prinsip ini hanya ada dalam kata-kata sedang perilakunya birokrat tidak pernah berubah. Kegagalan utama penerapan teori ini adalah terletak pada pemaksaan. Perkembangan masyarakat ternyata tidak dapat dipaksakan menerima sesuatu yang asing bagi mereka tanpa memahami makna teknologi yang harus diadopsi oleh masyarakat.
b.    Pembangunan Jangka Menengah Nasional 
Pengalaman pembangunan jangka menengah nasional pada umumnya dilakukan diatas meja. Perencanaan pemmbangunan sering tidak berbasis data empiris tntang apa yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat. Pada zaman orde baru, baik repelita maupun repelitada, merupakan susunan perencanaan yang cukup bagus akan tetapi apakah perencanaan itu sesuai deangan realitas ebutuhan masyarakat? Sudah tentu hal ini tidak banyak kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat karena dasar filosofi pembangunan meletakkaan bahwa masyarakt memang harus diubah sesuai dengan keinginan para teknokrat, karena ada anggapan bahwa masyarakat masih terbelakang dan bodoh.
Kritik terhadap model perencanaan ini kurang lebih telah dilakukan sejak pertengahan tahun 80an.kata partisipasi masyarakat perlu diikutsertakan dalam perencanaan pembangunan nasional. Pemerintah lambat laun mengadopsi kritik yang dilontarkankemudian mekanisme perencanaan pembangunan dilakukan dari bawah. Mekanisme perencanaan ini telah berjalan hingga sekarang, akan tetapi mekanisme tetap tinggal mekanisme, sedang hasil perencanaan pembangunan dari bawah tetap tidak muncul dalam perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Tumpang tindih antar program tak terelakkan sedang organisasi yang dibentuk oleh setiap departemen tidak bergeser dari orang-orang yang sama. Ketergabtungan masyarakat terhadap program pembangunan pemerintah semata bukan karena salah mereka namun salah dalam proses pembangunan yang dikuasai oleh birokrat ditingkat pusat.
Pada awal tahun 90an ide perubahan dalam proses perencanaan pembangunan telah bergesr yakni memasuki ide pemberdayaan sebagai anti tesis terhadap kegagalan pembangunan. Pada saat reformasi berlangsung ide ini dengan cepat mewarnai wacana dalam birokrasi pemerintahan, akan tatapi wacana tataplah wacana sedang mind set dan perlku birokrat tetap tidak berubah.pembangunan jangka menengah nasioanal menjadi tidak jelas capaiannya dan lagi hingga saat ini pemerintah sendiri belum pernah melakukan evaluasi secara mendalam tentang kinerja pembangunan yang yng tela dilakukan. Kesannya, pembangunan ini berjalan asal ada perencanaan dan program kegiatan, setelah itu selesai dan membuat program untk taun berikutnya dan berulang-ulang tanpa arah yang jelas.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar